Tangis dan Amarah, Korban Mafia Tanah Bongkar Modus Licik Terduga T.

Hukum215 Dilihat
banner 468x60

SURABAYA | Matarakyat.net – Delapan korban mafia tanah meminta keadilan dengan suara penuh emosi saat konferensi pers di Justicia coffee jl.ngaglik No.48B. Mereka tidak lagi diam, mereka mengungkap kejahatan sistematis yang merampas rumah, tanah, dan martabat mereka. Sosok T, yang diduga otak sindikat ini, menjadi sorotan utama atas dugaan praktik penipuan, intimidasi, dan kriminalisasi korban. (15/11/2024).

Modus operandi T bermula dengan tawaran “bantuan” kepada korban yang terdesak kebutuhan finansial. Menurut Nur Huda, salah satu korban, ia didekati oleh perantara bernama Dimas dan dijanjikan solusi atas utangnya di bank. Namun, di balik janji manis tersebut tersembunyi jebakan berbahaya.

banner 336x280

“T bilang, ‘Tidak akan ada balik nama. Ini hanya untuk formalitas,’” ujar Huda.

Tapi kenyataannya, ia dipaksa menandatangani akta jual beli di hadapan notaris, yang kemudian digunakan untuk menggugatnya secara hukum.

“Tiba-tiba saya mendapat somasi untuk mengosongkan rumah saya. Padahal itu rumah yang saya beli sendiri!” ungkap Huda.

Sri Endah Pujiyati, korban lain, mengungkap sisi yang lebih gelap dari kasus ini, keterlibatan oknum penegak hukum. Ia mengalami intimidasi verbal saat memberikan pernyataan di Polrestabes Surabaya.

“Setiap ucapan saya dianulir. Mereka tidak mau mendengar kebenaran. Semua diarahkan untuk memenangkan,” ucapnya.

T juga tak segan menggunakan ancaman langsung. “Dia bilang ke saya, ‘Ibu nurut saja. Saya punya uang banyak, saya bisa atur semua. “Apa ini hukum yang kita harapkan?” terang Endah.

Endah bahkan di laporkan dan dijerat dengan pasal-pasal yang terkesan dipaksakan, seperti Pasal 385 KUHP tentang penguasaan tanah tanpa hak, meskipun tanah tersebut jelas miliknya.

Puji Soetikno, korban lainnya, menjadi saksi langsung betapa mafia tanah ini tidak segan menggunakan pemalsuan dokumen untuk menguasai aset korban.

“Tanda tangan saya dipalsukan. Mereka membuat dokumen palsu untuk mengambil tanah saya,” tegasnya.

Ketika Puji mencoba melapor, ia justru dihadapkan pada laporan balik dan proses hukum yang diperlambat. “Semua ini jelas permainan. Mereka menggunakan hukum sebagai alat untuk menindas kami,” katanya.

Para korban, yang mayoritas adalah rakyat kecil, menyatakan bahwa nilai utang mereka hanya sekitar 10% dari total aset yang dirampas oleh sindikat ini. Namun, akibatnya jauh lebih besar—mereka kehilangan rumah, kepercayaan, dan masa depan.

“Kami tidak butuh janji-janji kosong. Kami menuntut tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Tangkap T, bongkar mafia tanah ini!” seru Endah.

Konferensi pers ini menjadi tamparan keras bagi sistem hukum yang lemah dalam melindungi rakyat kecil. Kasus ini tidak hanya tentang properti, tetapi tentang keadilan yang direnggut oleh kekuatan uang dan pengaruh. Para korban berharap hukum ditegakkan, bukan dijual kepada mereka yang berkuasa.

“Kami tidak akan diam. Ini perjuangan kami untuk merebut kembalihak kami,” Pungkas semua korban.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *