SURABAYA | Matarakayat.net – Di tengah semangat menyambut Hari Raya Keagamaan, sejumlah pelanggaran terhadap hak Tunjangan Hari Raya (THR) kembali menyita perhatian. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) – LBH Surabaya, bekerja sama dengan LBH Surabaya Pos Malang, LBH Buruh dan Rakyat (LBH BR) Jawa Timur, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Surabaya, Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (FSBK) Jawa Timur, Serikat Buruh Rakyat Bergerak (SKOBAR) Mojokerto, BPJS Watch Jawa Timur, Sindikasi Jawa Timur, dan Komunitas Pemuda Independen (KOPI) telah menggelar Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2025. Posko yang dibuka sejak 4 Maret 2025 ini menerima laporan pengaduan dari para pekerja di berbagai wilayah di Jawa Timur.(30/03/2025).
Data Pengaduan dan Tren Pelanggaran
Tim Posko THR 2025 telah menerima 53 pengaduan dari 18 perusahaan yang tersebar di beberapa wilayah, antara lain:
Kota Surabaya: 10 perusahaan
Kabupaten Sidoarjo: 1 perusahaan
Kabupaten Mojokerto: 1 perusahaan
Kota Malang: 1 perusahaan
Kota Probolinggo: 1 perusahaan
Kabupaten Gresik: 4 perusahaan
Para pengadu merupakan pekerja yang mengalami pelanggaran hak THR dengan rincian status sebagai berikut:
PKWT (Kontrak): 1.622 orang
PKWTT (Tetap): 121 orang
Alih Daya/Outsourcing: 50 orang
Pekerja Harian Lepas: 18 orang
Secara keseluruhan, terdapat 1.811 pekerja yang menjadi korban pelanggaran THR. Bentuk pelanggaran yang dilaporkan mencakup ketidakmampuan mendapatkan THR sama sekali, pembayaran THR yang tidak dilakukan, pembayaran yang kurang, pelunasan secara dicicil, maupun pemberian THR dengan syarat tertentu seperti perjanjian kontrak atau pengunduran diri.
Perbandingan dengan Tahun Sebelumnya
Jika dibandingkan dengan tahun 2024, pengaduan mengenai pelanggaran THR mengalami lonjakan signifikan. Pada tahun 2024, tim Posko menerima 26 pengaduan dari 15 perusahaan dengan total 1.203 korban. Tahun 2025 menunjukkan peningkatan dengan 56 pengaduan dan 18 perusahaan yang terlibat, sehingga total korban meningkat menjadi 1.811 pekerja. Data ini mengindikasikan bahwa pelanggaran THR masih terus terjadi dan bahkan kian meluas, terutama di kalangan pekerja PKWT yang mendominasi jumlah korban.
Faktor Penyebab dan Tantangan Penegakan Hukum
Salah satu penyebab utama peningkatan kasus pelanggaran THR adalah lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban pembayarannya. Meski setelah batas akhir pembayaran (H-7 Hari Raya) terdapat 18 perusahaan yang belum melunasi THR, laporan yang disampaikan ke Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur belum mendapatkan respon yang memadai. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa banyak perusahaan memilih mengabaikan hak-hak pekerja daripada memenuhi kewajiban mereka.
Dari data yang ada, pelanggaran berupa pembayaran THR secara dicicil mendominasi dengan prosentase mencapai 86% dari total korban, disusul dengan kasus THR tidak dibayar (9%), tidak pernah diberikan (4%), dan THR yang dibayar dengan syarat (1%). Pencatatan bahwa 4% pekerja belum pernah menerima THR sejak bekerja semakin mencerminkan urgensi penegakan aturan.
Rekomendasi dan Tuntutan Posko THR 2025
Menanggapi situasi yang semakin memprihatinkan, Tim Posko THR 2025 mengajukan sejumlah rekomendasi kepada Disnakertrans Jawa Timur serta mendesak pihak pengusaha untuk segera menindaklanjuti pelanggaran THR. Rekomendasi tersebut antara lain:
1. Penegakan Sanksi Administratif: Disnakertrans Jawa Timur wajib mengenakan sanksi administratif sebesar 5% kepada perusahaan yang terlambat membayar THR, sesuai Permenaker No. 6 Tahun 2016.
2. Sanksi bagi Perusahaan Pelanggar: Perusahaan yang tidak membayar THR harus dikenai sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Perlindungan Pengadu: Disnakertrans diwajibkan menjamin perlindungan bagi para pengadu agar tidak mengalami intimidasi, pemecatan, pemotongan upah, atau tekanan lainnya.
4. Sanksi Sosial: Perusahaan yang melanggar ketentuan THR harus mendapatkan sanksi sosial melalui pemberitaan di media cetak dan elektronik.
5. Kewajiban Pembayaran THR: Pengusaha diminta segera melunasi hak THR kepada pekerja tanpa adanya syarat yang merugikan.
6. Efektivitas Penegakan Hukum: Diperlukan tindak lanjut yang lebih cepat dan tegas agar proses penegakan hukum tidak berlarut-larut.
7. Nota Dinas Tegas: Disnakertrans diminta untuk segera mengeluarkan Nota Dinas mengenai pelanggaran terhadap ketentuan THR berdasarkan peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 6 Tahun 2016.
Harapan untuk Perbaikan Kondisi Pekerja
Rilis pers ini menyoroti bahwa peningkatan pengaduan merupakan cermin dari semakin banyaknya perusahaan yang mengabaikan kewajiban pembayaran THR, terutama kepada pekerja kontrak yang jumlahnya sangat besar. Adanya tekanan dan tuntutan agar penegakan hukum lebih tegas diharapkan tidak hanya mengembalikan hak pekerja, tetapi juga memberikan efek jera kepada para pelanggar.
Para pelaku pengaduan, meskipun seringkali ragu karena takut kehilangan pekerjaan, diharapkan agar terus berani menyampaikan keluhan mereka demi kepastian hak yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan. Langkah konkret dari Disnakertrans Jawa Timur sangat krusial untuk menciptakan iklim kerja yang adil dan menghormati hak pekerja.